Serangan Rusia di wilayah timur Ukraina telah memicu krisis kemanusiaan yang semakin parah, dengan slot terbaru dampak besar terhadap warga sipil dan infrastruktur di kawasan tersebut. Konflik yang telah berlangsung sejak invasi Rusia pada Februari 2022 ini terus menimbulkan korban jiwa dan penderitaan yang mendalam bagi penduduk lokal.
Pada 13 April 2025, serangan rudal balistik Rusia menghantam pusat kota Sumy, sebuah kota di timur laut Ukraina dekat perbatasan Rusia, menewaskan sedikitnya 34 orang, termasuk dua anak-anak, dan melukai lebih dari 117 orang lainnya145. Serangan ini terjadi pada hari Minggu Palem, hari raya besar umat Kristen, yang menambah kesan brutal dan kejam dari aksi militer tersebut. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengutuk keras serangan ini, menyebutnya sebagai tindakan “hanya dilakukan oleh orang gila” dan menyerukan reaksi keras dari komunitas internasional terhadap Rusia45. Selain korban jiwa, serangan tersebut juga merusak sejumlah gedung penting, termasuk universitas, apartemen, kafe, pertokoan, dan pengadilan distrik, dengan total 20 bangunan mengalami kerusakan berat4.
Versi Rusia terhadap serangan ini berbeda, dengan klaim bahwa rudal Iskander-M yang diluncurkan menargetkan pertemuan personel militer senior Ukraina dan NATO, yang menurut mereka menewaskan sekitar 60 komandan senior7. Namun, klaim ini ditolak oleh Ukraina dan banyak pihak internasional yang menganggap serangan tersebut sebagai kejahatan perang karena menimbulkan korban sipil yang signifikan.
Selain serangan di Sumy, wilayah Kursk di Rusia yang berbatasan dengan Ukraina juga menjadi medan pertempuran sengit. Pasukan Ukraina menggunakan sistem roket artileri HIMARS yang dipasok Amerika Serikat untuk menyerang pos komando militer Rusia di wilayah tersebut, menewaskan beberapa komandan dan tentara Rusia2. Serangan ini menunjukkan eskalasi konflik yang tidak hanya terjadi di wilayah Ukraina, tetapi juga meluas ke wilayah Rusia yang berbatasan.
Krisis kemanusiaan yang terjadi akibat serangan dan pertempuran ini sangat serius. Ratusan ribu warga sipil Ukraina terpaksa mengungsi dari rumah mereka, dengan banyak yang hidup dalam kondisi sulit di pengungsian atau bunker tanpa akses memadai ke makanan, air, listrik, dan layanan kesehatan6. Infrastruktur vital di kota-kota yang diduduki atau menjadi medan pertempuran telah hancur, memperparah kondisi kehidupan warga sipil. Gencatan senjata yang pernah disepakati belum mampu menghentikan kekerasan dan penderitaan yang terus berlangsung.
Invasi Rusia ke Ukraina juga menyebabkan perpindahan besar-besaran penduduk, dengan sekitar sepertiga penduduk Ukraina terpaksa meninggalkan rumah mereka dan jutaan lainnya mengungsi ke negara-negara tetangga, memicu krisis pengungsi yang meluas9. Kota-kota seperti Mariupol mengalami pengepungan dan serangan hebat yang menyebabkan kerusakan besar dan korban jiwa, serta kesulitan bagi warga sipil yang terjebak di zona konflik9.
Situasi di wilayah timur Ukraina dan sekitarnya menunjukkan bahwa konflik ini bukan hanya perang militer, tetapi juga krisis kemanusiaan yang membutuhkan perhatian dan tindakan internasional yang serius. Serangan yang menargetkan warga sipil dan infrastruktur sipil menimbulkan penderitaan yang mendalam dan memperpanjang konflik yang sudah berlangsung bertahun-tahun. Tekanan internasional terhadap Rusia untuk menghentikan serangan dan membuka akses bantuan kemanusiaan sangat diperlukan agar warga sipil dapat menerima perlindungan dan bantuan yang mereka butuhkan.
Secara keseluruhan, serangan Rusia di wilayah timur Ukraina telah memicu krisis kemanusiaan yang parah, dengan korban jiwa yang terus bertambah, kerusakan infrastruktur yang luas, dan jutaan warga sipil yang terpaksa mengungsi. Konflik ini menuntut solusi damai yang segera dan dukungan kemanusiaan yang memadai untuk meringankan penderitaan rakyat Ukraina. Tanpa tekanan internasional yang kuat dan upaya perdamaian yang efektif, krisis ini diperkirakan akan terus berlanjut dan memperburuk kondisi kemanusiaan di kawasan tersebut.