Krisis Air Bersih Ancam Wilayah Pesisir: Warga Terpaksa Gunakan Air Sumur Tercemar
Makassar, 24 April 2025 — Krisis air bersih melanda sejumlah visit us wilayah pesisir di Indonesia, termasuk di pesisir Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan pesisir utara Jawa. Kemarau panjang yang diperparah oleh fenomena El Niño telah menyebabkan penurunan drastis cadangan air bersih, memaksa warga untuk menggunakan sumber air alternatif yang tidak layak konsumsi.
Di Kelurahan Buloa, Makassar, warga terpaksa memanfaatkan air sumur dangkal yang sudah tercemar air laut dan limbah rumah tangga. “Airnya bau, warnanya kekuningan. Tapi daripada tidak ada sama sekali, kami terpaksa pakai untuk mandi dan mencuci,” ujar Hasna (42), warga setempat.
Air Bersih Jadi Barang Mewah
Bagi warga pesisir, membeli air bersih dalam galon atau tangki bukanlah solusi jangka panjang. Harga air galon kini mencapai Rp10.000-Rp15.000 per galon, sementara tangki air kapasitas 5.000 liter bisa menembus Rp300.000. Angka ini tentu memberatkan keluarga berpenghasilan rendah.
“Penghasilan saya sebagai nelayan saja tidak tentu. Kadang bisa makan, kadang tidak. Sekarang harus beli air juga,” keluh La Ode, warga pesisir di Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara.
Pemerintah Dinilai Lambat Tanggap
Sejumlah warga dan aktivis lingkungan menilai pemerintah lambat dalam merespons krisis air bersih ini. Bantuan tangki air dari pemerintah daerah dinilai belum merata dan belum mencukupi kebutuhan warga harian.
“Distribusi air bersih masih sporadis dan tidak tepat sasaran. Banyak warga yang tidak terdata dan akhirnya tidak mendapatkan suplai air,” kata Andi Haris, Koordinator Forum Peduli Lingkungan Sulsel.
Padahal, data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah memperingatkan potensi kekeringan ekstrem sejak awal 2025. Namun mitigasi tampaknya kurang maksimal di tingkat daerah.
Solusi Darurat dan Jangka Panjang
Beberapa organisasi non-pemerintah turun tangan dengan menyediakan alat penjernih air sederhana dan filterisasi menggunakan teknologi rumah tangga. Namun, pendekatan ini belum bisa menyentuh seluruh warga terdampak.
Pakar hidrologi dari Universitas Hasanuddin, Prof. Darmawan, menyarankan pemerintah mempercepat pembangunan instalasi air bersih berbasis teknologi desalinasi di daerah pesisir. “Air laut berlimpah, tapi belum dimanfaatkan maksimal. Dengan teknologi yang ada, kita bisa ubah air laut menjadi air layak konsumsi,” ujarnya.
Harapan Warga: Akses Air Adalah Hak Dasar
Krisis air bersih bukan sekadar isu lingkungan, tetapi krisis kemanusiaan. Warga berharap pemerintah dan semua pihak lebih serius menangani masalah ini. “Kami butuh air, bukan janji. Air bersih seharusnya bukan barang mewah, tapi hak setiap warga negara,” tutup Hasna dengan nada getir.